Senin, 12 Maret 2012

Aktivitas Manajemen SDM untuk Pengembangan Tenaga Kerja

I. Pelatihan-pelatihan

Pengertian Pelatihan:

Menurut Nitisemito (1996:35), mendefinisikan pelatihan atau training sebagai suatu kegiatan yang bermaksud untuk memperbaiki dan mengembangkan sikap, tingkah laku ketrampilan, dan pengetahuan dari karyawannya sesuai dengan keinginan perusahaan. Dengan demikian, pelatihan yang dimaksudkan adalah pelatihan dalam pengertian yang luas, tidak terbatas hanya untuk mengembangkan ketrampilan semata-mata.

Menurut Carrell dan Kuzmits (1982:282) mendefinisikan pelatihan sebagai proses sistematis dimana karyawan mempelari pengetahuan (knowledge), ketrampilan (skill), kemampuan (ability) atau perilaku terhadap tujuan pribadi dan organisasi.

Menurut Drummond (1990:63), "pelatihan berarti menuntun dan mengarahkan perkembangan darii peserta pelatihan melalui pengetahuan, keahlian dan sikap yang diperoleh untuk memenuhi standar tertentu.

Menurut Simamora (1999:345), pelatihan adalah serangkaian aktifitas yang dirancang untuk meningkatkan keahlian-keahlian, pengetahuan pengalaman atau perubahan sikap seseorang.

Mangkuprawira (2003:135) berpendapat bahwa pelatihan bagi karyawan adalah sebuah proses mengajarkan pengetahuan dan keahlian tertentu serta sikap agar karyawan semakin trampil dan mampu dalam melaksanakan tanggung jawabnya dengan semakin baik sesuai dengan standar. Dalam definisi lebih lanjut. Mangkuprawira memberikan perbedaan pada pengertian pelatihan dan pendidikan. Pelatihan lebih merujuk pada pengembangan keterampilan bekerja (vocational) yang dapat digunakan dengan segera, sedangkan pendidikan memberikan pengetahuan tentang subyek tertentu, tetapi sifatnya lebih umum, terstruktur untuk jangka waktu yang jauh lebih panjang.

Moekijat (1991:2) mendefinisikan pelatihan merupakan usaha yang bertujuan untuk menyesuaikan seseorang dengan lingkungannya, baik itu lingkungan di luar pekerjaan, maupun lingkungan di dalamnya.

Tujuan dan Manfaat Pelatihan :
Menurut Carrell dan Kuzmits (1982 : 278), tujuan utama pelatihan dapat dibagi menjadi 5 area:
1. Untuk meningkatkan ketrampilan karyawan sesuai dengan perubahan teknologi.
2. Untuk mengurangi waktu belajar bagi karyawan baru agar menjadi kompeten.
3. Untuk membantu masalah operasional.
4. Untuk menyiapkan karyawan dalam promosi.
5. Untuk memberi orientasi karyawan untuk lebih mengenal organisasinya.

Menurut Procton dan Thornton (1983 : 4) menyatakan bahwa tujuan pelatihan adalah:
1. Untuk menyesuaikan diri terhadap tuntutan bisnis dan operasional-operasional industri sejak hari pertama masuk kerja.
2. Memperoleh kemajuan sebagai kekuatan yang produktif dalam perusahaan dengan jalan mengembangkan kebutuhan ketrampilan, pengetahuan dan sikap.

Manfaat yang diperoleh dari adanya suatu pelatihan yang diadakan oleh perusahaan seperti yang dinyatakan oleh Flippo (1988:215) berikut ini yaitu :
Program-program pengembangan yang direncanakan akan memberikan manfaat kepada orang berupa peningkatan produktifitas, peningkatan moral, pengurangan biaya , dan stabilitas serta keluwesan (fleksibilitas) orang yang makin besar untuk menyesuaikan diri dengan persyaratan-persyararatan eksternal yang berubah. Program-program yang semacam itu juga akan membantu memenuhi kebutuhan perorangan dalam mencari pekerjaan yang bermakna bagi karir seumur hidup. Pelatihan berdampak luas terhadap pengolahan SDM karena adanya pengelolaan SDM yang baik akan lebih menguntungkan bagi kedua belah pihak, baik bagi karyawan maupun bagi perusahaan.

Hamalik (2001:13) mengatakan bahwa fungsi pelatihan adalah memperbaiki kinerja (performance) para peserta. Selain itu pelatihan juga bermanfaat untuk mempersiapkan promosi ketenagakerjaan pada jabatan yang lebih rumit dan sulit, serta mempersiapkan tenaga kerja pada jabatan yang lebih tinggi yaitu tingkatan kepengawasan atau manajerial.

Menurut Siagian (1998:184) pelatihan dapat membantu karyawan membuat keputusan yang lebih baik, meningkatkan kemampuan di bidang kerjanya sehingga dapat mengurangi stres dan menambah rasa percaya diri. Adanya tambahan informasi tentang program yang diperoleh dari pelatihan dapat dimanfaatkan sebagai proses penumbuhan intelektualitas sehingga kecemasan menghadapi perubahan di masa-masa mendatang dapat dikurangi.

Keberhasilan suatu program pelatihan ditentukan oleh lima komponen menurut As'ad (1987: 73);
Sasaran pelatihan atau pengembangan :
setiap pelatihan harus mempunyai sasaran yang jelas yang bisa diuraikan kedalam perilaku-perilaku yang dapat diamati dan diukur supaya bisa diketahui efektivitas dari pelatihan itu sendiri.
1.       Pelatih (Trainer: pelatih harus bisa mengajarkan bahan-bahan pelatihan dengan metode tertentu sehingga peserta akan memperoleh pengetahuan ketrampilan dan sikap yang diperlukan sesuai dengan sasaran yang ditetapkan.
2.       Bahan-bahan latihan: bahan-bahan latihan harus disusun berdasarkan sasaran pelatihan yang telah ditetapkan.
3.       Metode latihan (termasuk alat bantu): Setelah bahan dari latihan ditetapkan maka langkah berikutnya adalah menyusun metode latihan yang tepat.
4.       Peserta (Trainee): Peserta merupakan komponen yang cukup penting, sebab keberhasilan suatu program pelatihan tergantung juga pada pesertanya.

Metode Pelatihan Kerja:

Menurut Cherrington (1995:358), dikatakan bahwa metode dalam pelatihan dibagi menjadi dua yaitu on the job training dan off the job training. On the job training lebih banyak digunakan dibandingkan dengan off the job training. Hal ini disebabkan karena metode on the job training lebih berfokus pada peningkatan produktivitas secara cepat. Sedangkan metode off the job training lebih cenderung berfokus pada perkembangan dan pendidikan jangka panjang.

On The Job Training dibagi menjadi 6 macam yaitu:
A.      Job instruclion training
pelatihan ini memerlukan analisa kinerja pekerjaan secara teliti. Pelatihan ini dimulai dengan penjelasan awal tentang tujuan pekerjaan, dan menunjukan langkah-langkah pelaksanan pekerjaan.
B.      Apprenticeship
pelatihan ini mengarah pada proses penerimaan karyawan baru, yang bekerja bersama dan dibawah bimbingan praktisi yang ahli untuk beberapa waktu tertentu. Keefektifan pelatihan ini tergantung pada kemampuan praktisi yang ahli dalam mengawasi proses pelatihan.
C.      Internship dan assistantships
Pelatihan ini hampir sama dengan pelatihan apprenliceship hanya saja pelatihan ini mengarah pada kekosongan pekerjaan yang menuntut pendidikan formal yang lebih tinggi. Contoh internship training adalah cooperalive education project, maksudnya adalah pelatihan bagi pelajar yang menerima pendidikan formal di sekolah yang bekerja di suatu perusahan dan diperlakukan sama seperti karyawan dalam perusahaan tetapi tetap dibawah pengawasan praktisi yang ahli.
D.      Job rotation dan transfer
adalah proses belajar yang biasanya untuk mengisi kekosongan dalam manajemen dan teknikal. Dalam pelatihan ini terdapat 2 kerugian yahu: peserta pelatihan hanya merasa dipekerjakan sementara dan tidak mempunyai komitmen untuk terlibat dalam pekerjaan dengan sungguh-sungguh, yang kedua, banyak waktu yang terbuang untuk memberi orientasi pada perserta terhadap kondisi pekerjaan yang baru.
Tetapi pelatihan ini juga mempunyai keuntungan yaitu: jika pelatihan ini diberikan oleh manajer yang ahli maka peserta akan memperoleh tambahan pengetahuan mengenai peiaksanaan dan praktek dalam pekerjaan.
E.       Junior boards dan committee assignments
alternatif pelatihan dengan memindahkan perserta pelatihan kedalam komite untuk bertanggungjawab dalam pengambilan keputusan administrasi. Dan juga menempatkan perserta dalam anggota eksekutif agar memperoleh kesempatan dalam berinteraksi dengan eksekutif yang lain.
F.       Couching dan counseling
pelatihan ini merupakan aktifitas yang menharapkan timbal balik dalam penampilan kerja, dukungan dari pelatih, dan penjelasan secara berlahan bagaimana melakukan pekerjaan secara tepat.

Off the job training dibagi menjadi 13 macam:
·         Vestibule training: pelatihan dimana dilakukan ditempat tersendiri yang dikondisikan seperti tempat aslinya. Pelatihan ini digunakan untuk mengajarkan keahlian kerja yang khusus.
·         Lecture: merupakan pelatihan dimana menyampaikan berbagai macam informasi kepada sejumlah besar orang pada waktu bersamaan.
·         Independent self-study: pelatihan yang mengharapkan peserta untuk melatih diri sendiri misalnya dengan membaca buku, majalah profesional, mengambil kursus pada universitas lokal dan mengikuti pertemuan profesional.
·         Visual presentations: pelatihan dengan mengunakan televisi, film, video, atau persentasi dengan menggunakan slide.
·         Conferences dan discusion: pelatihan ini biasa digunakan untuk pelatihan pengambilan keputusan dimana peserta dapat belajar satu dengan yang Iainnya.
·         Teleconferencing: pelatihan dengan menggunakan satelit, dimana pelatih dan perseta dimungkinkan untuk berada di tempat yang berbeda.
·         Case studies: pelatihan yang digunakan dalam kelas bisnis, dimana peserta dituntut untuk menemukan prinsip-prinsip dasar dengan menganalisa masalah yang ada.
·         Role playing: pelatihan dimana peserta dikondisikan pada suatu permasalahan tertentu, peserta harus dapat menyelesaikan permasalahan dimana peserta seolah-olah terlibat langsung.
·         Simulation: pelatihan yang menciptakan kondisi belajar yang sangat sesuai atau mirip dengan kondisi pekerjaan, pelatihan ini digunakan untuk belajar secara teknikal dan motor skill.
·         Programmed instruction: merupakan aplikasi prinsip dalam kondisi operasional, biasanya menggunakan computer. Computer-based training: merupakan program pelatihan yang diharapkan mempunyai hubungan interaktif antara komputer dan peserta, dimana peserta diminta untuk merespon secara langsung selama proses belajar.
·         Laboratory training: pelatihan ini terdiri dari kelompok-kelompok diskusi yang tak beraturan dimana peserta diminta untuk mengungkapkan perasaan mereka terhadap satu dengan yang lain. Tujuan pelatihan ini adalah menciptakan kewaspadaan dan meningkatkan sensitivitas terhadap perilaku dan perasaan orang lain maupun dalam kelompok.
·         Programmed group excercise: pelatihan yang melibatkan peserta untuk bekerja sama dalam memecahkan suatu permasalahan.

Alasan Pentingnya Diadakan Pelatihan

Menurut Hariandja (2002 : 168), ada beberapa alasan penting untukmengadakan pelatihan, yaitu:
·         Karyawan yang baru direkrut sering kali belum memahami secara benar bagaimana melakukan pekerjaan.
·         Perubahan – perubahan lingkungan kerja dan tenaga kerja. Perubahan – perubahan disini meliputi perubahan – perubahan dalam teknologi proses seperti munculnya teknologi baru atau munculnya metode kerja baru. Perubahan dalam tenaga kerja seperti semakin beragamnya tenaga kerja yang memiliki latar belakang keahlian, nilai, sikap yang berbeda yang memerlukan
pelatihan untuk menyamakan sikap dan perilaku mereka terhadap pekerjaan.
·         Meningkatkan daya saing perusahaan dan memperbaiki produktivitas. Saat ini daya saing perusahaan tidak bisa lagi hanya dengan mengandalkan aset berupa modal yang dimiliki, tetapi juga harus sumber daya manusia yang menjadi elemen paling penting untuk meningkatkan daya saing sebab sumber daya manusia merupakan aspek penentu utama daya saing yang langgeng.
·         Menyesuaikan dengan peraturan – peraturan yang ada, misalnya standar pelaksanaan pekerjaan yang dikeluarkan oleh asosiasi industri dan pemerintah, untuk menjamin kualitas produksi atau keselamatan dan kesehatan kerja.

Manfaat lain yang diperoleh dari latihan kerja yang dilaksanakan oleh setiap organisasi perusahaan menurut Soeprihanto (1997:24) antara lain:
·         Kenaikan produktivitas.
Kenaikan produktivitas baik kualitas maupun kuantitas. Tenaga kerja dengan program latihan diharapkan akan mempunyai tingkah laku yang baru, sedemikian rupa sehingga produktivitas baik dari segi jumlah maupun mutu dapat ditingkatkan.
·         Kenaikan moral kerja.
Apabila penyelenggara latihan sesuai dengan tingkat kebutuhan yang ada dalam organisasi perusahaan, maka akan tercipta suatu kerja yang harmonis dan semangat kerja yang meningkat.
·         Menurunnya pengawasan.
Semakin percaya pada kemampuan dirinya, maka dengan disadarinya kemauan dan kemampuan kerja tersebut, para pengawas tidak terlalu dibebani untuk setiap harus mengadakan pengawasan.
·         Menurunnya angka kecelakaan.
Selain menurunnya angka pengawasan, kemauan dan kemampuan tersebut lebih banyak menghindarkan para pekerja dari kesalahan dan kecelakaan.
·         Kenaikan stabilitas dan fleksibilitas tenaga kerja.
Stabilitas disini diartikan dalam hubungan dengan pergantian sementara karyawan yang tidak hadir atau keluar.
·         Mengembangkan pertumbuhan pribadi.
Pada dasarnya tujuan perusahaan mengadakan latihan adalah untuk memenuhi kebutuhan organisasi perusahaan, sekaligus untuk perkembangan atau pertumbuhan pribadi karyawan.

Menurut Sikula (1976) dalam Munandar (2001), pelatihan adalah proses pendidikan jangka pendek yang mempergunakan prosedur sistematis dan terorganisir sehingga tenaga kerja non manejerial mempelajari pengetahuan dan keterampilan teknis untuk tujuan tertentu. Sikula juga membuat definisi tentang pengembangan menurutnya pengembangan adalah proses pendidikan jangka panjang yang mempergunakan prosedur sistematis dan terorganisir sehingga tenaga kerja manajerial mempelajari pengetahuan konseptual dan teoritis untuk tujuan umum. Dari definisi tentang pelatihan dan pengembangan yang dibuat oleh Sikula dapat disimpulkan bahwa baik pelatihan maupun pengembangan merupakan proses pendidikan dengan prosedur sitematis dan terorganisir. Perbedaannya adalah pelatihan membutuhkan waktu yang relatif singkat, pesertanya adalah tenaga kerja non manajerial, dan materi yang diajarkan berkaitan dengan keterampilan teknis, sedangkan pengembangan membutuhkan waktu yang lebih lama, pesertanya adalah tenaga kerja manajerial, dan materi yang diajarkan berkaitan dengan pengetahuan konseptual dan teoritis.

Pelatihan dan pengembangan tentunya memiliki tujuan. Sikula (1976) dalam Munandar (2001) merumuskan beberapa tujuan pelatihan dan pengembangan antara lain untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja. Melaului perlatihan tenaga kerja dapat dapat meningkatkan taraf prestasinya sehingga menyebabkan peningkatan produktifitas. Selain itu, pelatihan juga meningkatkan mutu karena tenaga kerja yang mempunyai kemampuan dan keterampilan yang baik akan membuat sedikit kesalahan dan cermat dalam pelaksanaan pekerjaan.

II. ROTASI

Rotasi Pekerjaan (Job Rotation)
Untuk mereka yang telah lama bekerja pada sebuah pekerjaan, rotasi pekerjaan mungkin pernah mereka alami baik itu untuk sementara atau permanen. Rotasi pekerjaan adalah suatu keadaan dimana seorang karyawan mengalami perubahan pada Job Description mereka.

Sisi Positif
Rotasi Pekerjaan pada sisi positif membawa seorang karyawan pada teman kerja /pengalaman / kemampuan yang baru. Dengan bertambahnya tingkat kemampuan dari seorang karyawan, maka perusahaan setidaknya dapat mengurangi terjadinya penyakit “kehilangan ingatan”. “Hilang Ingatan” ini sebenarnya adalah istilah yang saya dapat dari Harvard Business Review dimana dengan perginya seorang karyawan berkompenten, perusahaan menjadi tidak mampu menjalankan sebuah system yang dipegang karyawan tersebut karena tidak memiliki pengganti. Rotasi pekerjaan dalam wacana keamanan juga membawa sebuah sisi positif. Karyawan baru yang ditempatkan untuk menggantikan karyawan lama mungkin dapat mendeteksi adalah tindakan kriminal yang dilakukan karyawan lama. Ada sisi positif lainnya tetapi ini lebih dilihat dari individu tersebut, contohnya adalah perpindahan seorang karyawan karena memiliki masalah dengan partner atau atasan (dengan perpindahan ini, tensi tinggi dapat dikurangi sehingga stess menurun).

Sisi Negatif
Dari sisi negatif, rotasi pekerjaan yang berlebihan dapat menimbulkan masalah keamanan. Apakah baik untuk membiarkan seseorang mengetahui seluruh proses dalam satu perusahaan? Saat seorang berpindah dari satu departemen menuju departemen lainnya, dia akan membawa banyak “password” dari departemen lamanya. Ada baiknya karyawan tidak berpindah antar departemen dimana departemen-departemen tersebut saling mengawasi proses bisnis yang lain. Hal ini dapat dicegah jika akses karyawan pada departemen lama langsung ditutup tetapi terkadang menjadi masalah bila beberapa orang memakai satu system user yang sama.

Tahapan Rotasi Pekerjaan
1.       Tanyakan pada karyawan apakah dia menginginkan rotasi pekerjaan tersebut. Yang menyedihkan saya pernah mendengar seorang manajer yang langsung memindahkan karyawan tanpa menanyakan kesediaannya, berakibat stress tinggi pada karyawan yang dipindahkan kemudian tentu saja penurunan performa. Tahap ini sering kali dilupakan oleh atasan, mereka sering memindahkan karyawan karena berpikir rotasi pekerjaan selalu bersifat positif. Umumnya resistensi akan tinggi pada tahap ini bila karyawan mendapati pekerjaan barunya memiliki suasana yang tidak enak. Imbalan tambahan mungkin bisa diberikan bila karyawan bersedia pindah.
2.       Lakukan pengujian masuk pada karyawan seperti pada saat mereka di-recruit. Test psikologi, interview dengan bos dan partner baru adalah wajib sebelum diterima. Ini untuk mencegah ketidaksesuaian pekerjaan dengan kepribadian karyawan. Orang yang suka ber-explorasi dapat menjadi stess bila mendapatkan kerja monoton.
3.       Sediakan training bila diperlukan. Memasukkan karyawan baru tanpa keahlian adalah cara yang tepat untuk membuang orang tersebut keluar dari perusahaan dan merusak performa sebuah kelompok.
4.       Pindahkan karyawan per “kelompok sahabat”. Karyawan baru kemungkinan mendapat stress tinggi bila tempat kerja barunya tidak memiliki teman lama yang dia kenal sebelumnya. Tingkat stress dapat lebih tinggi bila karyawan tersebut masuk dalam sebuah kelompok asing yang memiliki budaya yang jauh berbeda (misal : expatriate). Memindahkan karyawan bersama dengan temannya dapat mengurangi stress ini (seperti yang dilakukan oleh nokia, rotasi pekerjaan mereka adalah per tim bukan per orang).
5.       Awasi performa karyawan. Dokumentasikan kerja karyawan pada tempat baru untuk menjamin karyawan tersebut dapat beradaptasi dengan lingkungan barunya.
6.       Setelah beberapa bulan (3 bulan misalkan), tanyakan apakah karyawan tersebut betah. Setelah beberapa lama, tanyakan apakah karyawan tersebut tetap ingin bekerja pada tempat baru atau kembali ke tempat lama.

Hal-hal yang sering disalahartikan dalam rotasi pekerjaan
1.       Rotasi pekerjaan selalu meningkatkan performa. Rotasi pekerjaan tidak selalu meningkatkan performa, rotasi pekerjaan lebih mengarah pada “perencanaan penggantian” atau “pengalaman”. Umumnya sangat bergantung dari karyawan tersebut, apakah mereka menyukai suasana pekerjaan yang baru dan motivasi kerjanya.
2.       Rotasi pekerjaan mengurangi resiko. Tidak selalu benar, rotasi pekerjaan lebih mengarahkan pada berbagi resiko pada orang yang lebih banyak sehingga resiko tidak jatuh pada satu orang saja.

III. DELEGASI KERJA

PENGERTIAN PENDELEGASIAN

1.1.    Pendelegasian dapat diartikan :
Kegiatan seseorang untuk menugaskan stafnya/bawahannya untuk melaksanakan bagian dari tugas manajer yang bersangkutan dan pada waktu bersamaan memberikan kekuasaan kepada staf/bawahan tersebut, sehingga bawahan itu dapat melaksanakan tugas-tugas itu sebaik baiknya serta dapat mempertanggung jawabkan hal-hal yang didelegasikan kepadanya, ( Manulang,1988)
Pendelegasian merupakan proses penugasan, wewenang dan tanggung jawab kepada bawahan. ( Sujak, 1990.) Dari pengertian diatas dapat kita simpulkan bahwa tugas dan wewenang bisa didelegasikan. Pertanyaan yang timbul adalah apakah tanggung jawab bisa didelegasikan. Jadi untuk mengatakan bahwa tanggung jawab tidak dapat didelegasikan, barang kali perlu dievaluasi kembali, Delegasi wewenang adalah proses yang paling fundamental dalam organisasi, sebab pimpinan tak kan sanggup melakukan segala sesuatu dan membuat setiap keputusan. Jadi pimpinan harus memberikan kepada orang lain wewenang membuat keputusan dan melaksanakan beberapa fungsi. Pimpinan yang enggan mendelegasikan tugas dan wewenang acapkali disebabkan oleh dirinya sendiri yang kurang percaya terhadap orang lain.

1.2.    Yang harus dipertimbangkan dalam mendelegasikan wewenang Untuk pendelegasian wewenang secara efektif membutuhkan tingkat keahlian yang tinggi, karena memberi delegasi :
1.2.1. Harus melepas wewenang bahkan melupakannya
1.2.2.  harus mengukur keputusan staf yang nantinya akan dipertanggungjawabkan juga
1.2.3. harus diputuskan apakah menyokong atau tidak keputusan staf yang menurut dia kurang
bijaksana

B. Tujuan Pendelegasian.  Berdasarkan pengertian diatas maka tujuan pendelegasian adalah :
2.1.    memberi tugas, wewenang, dan tanggung jawab kepada staf/bawahan secara proporsional
2.2.    memberi kesempatan kepada staf/bawahan untuk mengembangkan diri
2.3.     meningkatkan mekanisme kerja organisasi
2.4.     mendorong staf untuk berorientasi pada target dan sekaligus kualitas

C. Lingkup tugas yang didelegasikan
Tugas seorang pemimpin dapat diringkas menjadi tiga kelompok besar yaitu : Perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan. Jika organisasi semakin luas aktivitasnya, maka sebagian dari tugas perencanaan dan pelaksanaan dapat didelegasikan kepada para staf. Tugas pimpinan yang termasuk perencanaan dan pelaksanaan semakin berkurang, akan tetapi perhatiannya semakin banyak pada tugas supervisi dan pengawasan.

D.  Problem dalam pendelegasian,
4.1.    Sering staf yang menerima pendelegasian :
4.2.    kurang percaya diri
4.3.     tidak siap ilmu/kurang kompeten
4.4.    tidak berani menanggung resiko atau bertanggung jawab terhadap keputusan yang dibuat
4.5.     tidak ada motivasi instrinsik atau motivasi internal nya
4.6.    terbatasnya data dan bahan pendukung
4.7.    delegasi menambah beban kerja yang sudah padat

E. Langkah Pendelagasian yang Efektif
5.1.    Tentukan staf yang tepat untuk menerima delegasi yaitu seorang yang :
5.1.1.  Punya minat dan kemampuan
5.1.2.  Senang menghadapi tantangan
5.1.3.  Merasa terpacu untuk maju dengan tugas yang diberikan
5.1.4.  Belum mendapat kesempatan
5.1.5.  Sedang dipersiapkan untuk promosi
5.1.6. Cukup punya waktu

5.2      Siapkan staf yang akan menerima delegasi melalui :
5.2.1     Motivasi
5.2.2      memberi kepercayaan yang penuh
5.2.3      Siap memberi bantuan

5.3     Tentukan tugas yang akan didelegasikan :
5.3.1     Deskripsi tugas
5.3.2     Hasil dan standar yang diharapkan
5.3.3     Tugas tugas yang bersifat :
5.3.3.1         keputusan yang sering dibuat,
5.3.3.2         tugas yang tidak bisa ditangani,
5.3.3.3         fungsi yang tidak disenangi tetapi dapat dilakukan secara bebas,
5.3.3.4          tugas yang memberi pengalaman pada staf.
5.3.3.5          tugas yang memberi variasi kerja rutin
5.3.3.6          kegiatan yang akan membuat suatu jabatan lebih lengkap
5.3.3.7          tugas yang akan menambah jumlah orang yang dapat mengerjakan tugas yang sulit
5.3.3.8          peluang untuk menggunakan dan mengukuhkan bakat ktratif

5.4   Buat persetujuan :
5.4.1     Tentukan kesepakan wewenang yang akan diberikan
5.4.2     Tentukan sumber daya termasuk anggaran yang tersedia dan dibutuhkan
5.4.3      Umumkan kepada staf yang relevan tentang siapa betanggung jawab terhadap tugas yang telah didelegasikan.

5.5    Lakukan pengawasan agar :
5.5.1          Tugas dilakukan menurut standar
5.5.2          Penyelesaian tugas pada waktunya
5.5.3          Hasil kerja memenuhi standar
5.5.4          Minta laporan tentang tugas yang diembannya serta bagaimana dia menggunakan wewenang yang diberikan

IV. PROMOSI


Menurut Heidijrachman (1992: 111), kesempatan untuk maju di dalam organisasi disebut dengan promosi (kenaikan tingkat jabatan). Promosi adalah kesempatan dimana seseorang dapat memperbaiki ki posisi jabatannya. Promosi berarti perpindahan dari suatu jabatan ke jabatan yang lain, yang mempunyai status dan tanggung jawab yang lebih tinggi. Hal ini memiliki nilai karena merupakan bukti pengakuan yang lain terhadap prestasi kerja yang dicapai seseorang. Seseorang yang dipromosikan pada umumnya dianggap mempunyai prestasi yang baik, dan juga ada beberapa pertimbangan lainnya yang menunjang. Ada pendapat lain yang menyebutkan bahwa promosi adalah dengan memberikan kesempatan untuk pertumbuhan pribadi, lebih bertanggung jawab dan meningkatkan status sosial, oleh karena itu individu yang merasakan adanya ketetapan promosi merupakan salah satu kepuasan dari pekerjaannya (Robbins 1991 : 172). Menurut Nitisemito (1996:81) Promosi merupakan suatu proses pemindahan karyawan dari suatu jabatan kepada jabatan lain yang lebih tinggi. Menurut Heidjrachman (1990:111) Promosi merupakan suatu perpindahan dari suatu jabatan ke jabatan lain yang mempunyai status dan tanggung jawab yang lebih tinggi. Promosi memiliki nilai yang sangat berarti karena merupakan bukti pengakuan atas hasil atau prestasi kerja karyawan. Promosi memiliki arti yang penting bagi perusahaan, karena dengan adanya promosi berarti kestabilan perusahaan dan moral karyawan akan lebih terjamin. dalam bekerja, seorang karyawan pasti mengharapkan adanya peningkatan - peningkatan dalam karirnya. Salah satu cara agar seorang karyawan dapat meningkatkan karirnya yaitu melalui jenjang promosi yang ada di perusahaan tempat karyawan tersebut bekerja. Jenjang promosi dapat menambah semangat dan gairah karyawan di dalam bekerja, sehingga karyawan akan bekerja dengan penuh motivasi untuk mendapatkan promosi dalam karirnya. Apabila seorang karyawan memperoleh promosi, maka jabatan dan kompensasi yang akan diterima secara otomatis juga akan meningkat, hal ini akan dapat menimbulkan kepuasan kerja yang lebih dari yang sebelumnya.

Syarat Penetapan Promosi
Syarat promosi dapat dipakai untuk menetapkan siapa saja yang berhak untuk segera
dipromosikan, Menurut Nitisemito (1996 : 82) beberapa syarat penetapan promosi :

ü  Pengalaman
Banyaknya pengalaman seorang karyawan sering kali digunakan sebagai salah satu syarat untuk promosi, karena dengan adanya pengalainan yang lebih banyak, maka diharapkan kemampuan kerja yang tinggi, ide yang lebih banyak, dan sebagainya.
ü  Tingkat Pendidikan
Ada sebagian perusahaan memberikan syarat minimal pendidikan agar dapat dipromosikan pada jabatan tertentu. Hal ini mempunyai alasan bahwa dengan pendidikan yang lebih tinggi, maka dapat diharapkan karyawan yang memiliki jalan pemikiran yang lebih baik.
ü  Loyalitas
Loyalitas atas kesetiaan terhadap perusahaan tempat karyawan bekerja sering kali digunakan sebagai syarat promosi Hal ini disebabkan karena dengan loyalitas yang tinggi karyawan diharapkan memiliki tanggung jawab yang lebih besar.
ü  Kejujuran
Untuk jabatan-jabatan tertentu mungkin kejujuran merupakan syarat yang utama yang perlu diperhatikan, misalnya untuk jabatan kasir atau bagian keuangan, kejujuran adalah merupakan syarat utama yang harus di perhatikan .
ü  Tanggung Jawab
Seringkali perusahaan memerlukan tanggung jawab yang cukup besar sehingga masalah tanggung jawab merupakan syarat utama untuk promosi. Apabila seorang karyawan meniiliki tanggung jawab dalam melakukan pekerjaan yang kecil, maka demikian juga dalam melakukan pekerjaan yang besar.
ü  Kepandaian dalam bergaul
Untuk promosi pekerjaan tertentu mungkin diperlukan kepandaian bergaul. Sehingga persyaratan kemampuan bergaul dengan orang lain perlu dicantumkan untuk promosi jabatan tersebut misalnya untuk jabatan salesman dimana syarat ini sangat penting untuk diperhatikan.
ü  Prestasi kerja
Pada umumnya setiap perusahaan mencantumkan syarat prestasi kerja untuk promosi. Hal ini dapat dilihat dari catatan-catatan prestasi yang telah dikerjakan.
ü  lnisiatif dan Kreativitas
Untuk promosi pada jabatan tertentu mungkin syarat tingkat inisiatif dan kreativitas harus diperhatikan. Hal ini disebabkan karena jabatan yang akan dipromosikan ini memerlukan inisiatif dan kreativitas karyawan.

V. Mutasi/Transfer

Kegiatan memindahkan tenaga kerja dari satu tempat kerja ke tempat kerja lain disebut mutasi. Akan tetapi, mutasi sebenarnya tidak selamanya sama dengan pemindahan. Mutasi meliputi kegiatan memindahkan tenaga kerja, pengoperan tanggung jawab, pemindahan status ketenagakerjaan, dan sejenisnya. Adapun pemindahan hanya terbatas pada mengalihkan tenaga kerja dari suatu tempat ke tempat lain. Jadi, mutasi lebih luas ruang lingkupnya ketimbang pemindahan. Salah satu perwujudan kegiatan mutasi adalah pemindahan tenaga kerja dari satu tempat kerja ke tempat kerja lain. Berdasarkan uraian tersebut, mutasi dapat didefinisikan sebagai berikut. Mutasi adalah kegiatan ketenagakerjaan yang berhubungan dengan proses pemindahan fungsi, tanggung jawab, dan status ketenagakerjaan tenaga kerja ke situasi tertentu dengan tujuan agar tenaga kerja yang bersangkutan memperoleh kepuasan kerja yang mendalam dan dapat memberikan prestasi kerja yang semaksimal mungkin kepada perusahaan.

Proses mutasi tenaga kerja dari status semula ke status yang lain dapat terjadi karena keinginan tenaga kerja maupun karena kebijakan manajemen lini atau manajemen tenaga kerja. Baik mutasi atas dasar keinginan tenaga kerja sendiri maupun keinginan manajemen umumnya memiliki tujuan yang pasti, yakni untuk pembinaan dan pengembangan tenaga kerja yang menjadi tanggung jawab manajemen seluruh hierarki perusahaan. Disadari bahwa tenaga kerja merupakan salah satu unsur terpenting dari perusahaan yang harus dibina dan dikembangkan. Hasrat dan keinginan tenaga kerja untuk mutasi dari satu bagian ke bagian lain terutama disebabkan tenaga kerja merasa kurang mampu bekerja sama dengan kolega atau karena tugas dan pekerjaannya kurang sesuai dengan kualifikasi, kondisi fisik, dan keinginan yang diharapkannya.

Transfer adalah perpindahan pekerjaan seseorang dalam suatu organisasi yang memiliki tingkat level yang sama dari posisi perkerjaan sebelum mengalami pindah kerja. Kompensasi gaji, tugas dan tanggung jawab yang baru umumnya adalah sama seperti sedia kala. Mutasi atau rotasi kerja dilakukan untuk menghindari kejenuhan karyawan atau pegawai pada rutinitas pekerjaan yang terkadang membosankan serta memiliki fungsi tujuan lain supaya seseorang dapat menguasai dan mendalami pekerjaan lain di bidang yang berbeda pada suatu perusahaan. Transfer terkadang dapat dijadikan sebagai tahapan awal atau batu loncatan untuk mendapatkan promosi di waktu mendatang.

VI. KONSELING

Definisi konseling dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu definisi konvensional dan definisi modern. Definisi konseling konvensional lebih bercirikan bahwa pelayanan konseling tidak menggunakan teknologi informatika, sedangkan definisi konseling modern bercirikan suatu pelayanan konseling menggunakan teknologi informatika.

Definisi Konseling Konvensional
Secara konvensional, konseling didefinisikan sebagai pelayanan profesional (professional service) yang memberikan oleh konselor kepada klien secara tatap muka (face to face), agar klien mengembangkan perilakunya ke arah lebih maju (progressive). Pelayanan konseling bersifat kuratif (curative) dalam arti penyembuhan, di mana klien adalah individu yang mengalami masalah, dan setelah memperoleh pelayanan konseling ia diharapkan secara bertahap dapat memahami masalahnya (problem understanding) dan memecahkan masalahnya (problem solving).

Berikut ini definisi konseling menurut para ahli yang kelompokkan sebagai definisi konvensional:
1. Mortensen and Schmuller (1964) menyatakan konseling adalah jantungnya program bimbingan.
2. Ruth Strang yang dikutip Surya dan Natawidjaja (1986) menyatakan Bimbingan lebih luas dari pada konseling dan konseling merupakan alat penting dari pelayanan bimbingan, dengan kata lain konseling sebagai tehniknya bimbingan.
3. Roger (1951) menyatakan konseling adalah serangkaian hubungan langsung dengan individu klien dengan tujuan memberikan bantuan kepadanya agar dapat mengubah sikap dan perilakunya.
 4. Tolbert yang dikutip Winke (1991) mengemukakan konseling adalah bantuan pribadi secara tatap muka antara dua orang di mana seorang yang disebut konselor yang berkompeten dalam bidang konseling membantu seorang yang disebut klien yang berlangsung dalam situasi belajar, agar klien dapat memperoleh pemahaman baik tentang situasi sekarang dan akan datang .

VII. Penugasan/Penempatan  Anggota

Pengertian Penempatan Pegawai
Langkah awal dalam menghasilkan sumber daya manusia yang terampil dan andal perlu adanya suatu perencanaan dalam menentukan karyawan yang akan mengisi pekerjaan yanga ada dalam perusahaan yang bersangkutan. Keberhasilan dalam pengadaan tenaga kerja terletak pada ketepatan dalam penempatan karyawan, baik penempatan karyawan baru maupun karyawan lama pada posisi jabatan baru. Proses penempatan merupakan suatu proses yang sangat menentukan dalam mendapatkan karyawan yang kompeten yang dibutuhkan perusahaan, karena penempatan yang tepat dalam posisi jabatan yang tepat akan dapat membantu perusahaan dalam mencapi tujuan yang diharapkan.

Adapun pengertian penempatan menurut para ahli antara lain :
Menurut Marihot T. E. Hariandja (2005 : 156)  menyatakan bahwa :
“Penempatan merupakan proses penugasan/ pengisian jabatan atau penugasan kembali pegawai pada tugas/ jabatan baru atau jabatan yang berbeda”.
Menurut Mathis & Jackson (2006:262) menyatakan bahwa :
“Penempatan adalah menempatkan posisi seseorang ke posisi  pekerjaan yang tepat, seberapa baik seorang karyawan cocok dengan pekerjaanya akan mempengaruhi jumlah dan kualitas pekerjaan.
Menurut B. Siswanto Sastrohadiryo yang dikutp oleh Suwatno (2003:138).
“Penempatan pegawai adalah untuk menempatkan pegawai sebagai unsur pelakasana pekerjaan pada posisi yang sesuai dengan kemampuan, kecakapan dan keahliaannya”.
Berdasarkan definisi yang yang dikemukakan oleh para ahli tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa penempatan adalah kebijaksanaan sumber daya manusia untuk menetukan posisisi/ jabatan seseorang.

Faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam penempatan pegawai:
Menurut Bambang wahyudi yang dikutip Suwatno (2003 : 129) dalam melakukan penempatan karyawan hendaknya  mempertimbangkan faktor-faktor sebagai berikut:

1.      Pendidikan
Pendidikan yang harus dimiliki oleh seorang karyawan, pendidikan minimum yang disyaratkan meliputi:
a.       Pendidikan yang disyaratkan
b.      Pendidikan alternatif

2.      Pengetahuan kerja
Pengetahuan yang yang harus dimiliki oleh seorang karyawan dengan wajar yaitu pengetahuan kerja ini sebelum ditempatkan dan yang baru diperoleh pada waktu karyawan tersebut bekerja dalam pekerjaan tersebut.

3.      Keterampilan kerja
Kecakapan atau keahlian untuk melakukan suatu pekerjaan yang harus diperoleh dalam praktek, keterampilan kerja ini dapat dikelompokan menjadi 3 (tiga) kategori yaitu:
a.       Keterampilan mental, seperti menganalisa data, membuat keputusan dan lain-lain.
b.      Keterampilan fisik, seperti membetulkan listrik, mekanik dan lain lain.
c.       Keterampilan sosial, seperti mempengaruhi orang lain, mewarkan barang atau jasa dan lain-lain.

4.      Pengalaman kerja
Pengalaman seorang karyawan untuk melakukan pekerjaan tertentu. Pengalaman kerja dapat menjadi bahan pertimbangan untuk :
a.       Pekerjaan yang harus ditempatkan
b.      Lamanya melakukan pekerjaan

Prosedur Penempatan Pegawai
Prosedur penempatan pegawai berkaitan erat dengan sistem dan proses yang digunakan. Berkaitan dengan sistem penempatan B. Siswanto Sastrohadiwiryo yang dikutip oleh Suwatno (2003 : 130) mengemukakan:
”Harus terdapat maksud dan tujuan dalam merencanakan sistem penempatan karyawan” 
Untuk mengetahui prosedur penempatan karyawan harus memenuhi persyaratan :
1. Harus ada wewenang untuk menempatkan personalia yang datang dari daftar personalia yang di kembangkan melalui analisis tenaga kerja.
2. Harus mempunyai standar yang digunakan untuk membandingkan calon pekerjaan.
3. Harus mempunyai pelamar pekerjaan yang akan diseleksi untuk ditempatkan.

Apabila terjadi salah penempatan (missplacement) maka perlu diadakan suatu program penyesuaian kembali (redjustment) karyawan yang berrsangkutan nsesuai dengan keahlian yang dimiliki, yitu dengan melakukan :
1.  Menempatkan kembali (replacement) pada posisi yang lebih sesuai.
2.  Menugaskan kembali (reasignment) dengan tugas-tugas yang sesuai dengan bakat dan kemampuan.

Tujuan Penempatan
Setiap pekerjaan yang dilaksanakan pada dasarnya mempunyai tujuan. Tujuan berfungsi untuk mengarahkan prilaku, begitu juga dengan penempatan karyawan, manajemen sumber daya manusia, menempatkan seorang karyawan atau calon karyawan dengan tujuan antara lain agar karyawan bersangkutan lebih berdaya guna dalam melaksakan pekerjaaan yang dibebankan, serta untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan sebagai dasar kelancaran tugas.
Menurut B. Siswanto Sastrohadiwiryo yang dikutip oleh Suwatno (2003 : 133) maksud diadakan penempatan karyawan adalah untuk menempatakan karyawan sebagai unsur pelaksana pekerjaan pada posisi yang sesuai dengan kriteria sebagai berikut:
1.      Kemampuan
2.      Kecakapan
3.      Keahlian

Prinsip – prinsip Penempatan Pegawai
Prinsip-prinsip yang harus diperhatikan dalam penempatan pegawai menurut Musenif yang dikutif oleh Suwatno (2003 : 13) sebagai berikut :
1.      Prinsip kemanusiaan
Prinsip yang menganggap manusia sebagai unsur pekerja yang mempunyai persamaan harga diri, krmauan, keinginan, cita-cita dan kemampuan harus dihargai posisinya sebagai manusia yang layak tidak dianggap mesin.
2.      Prinsip demokrasi
Prinsip ini menunjukan adanya salang menghormati, saling menghargai, dan saling mengisi dalam melaksanakan kegiatan.
3.      Prinsip the right man on the right place
Prinsip ini penting dilaksanakan dalam arti  bahwa  penempatan setiap orang  dalam setiap organisasi yang berarti bahwa penempatan setiap orang dalam organisasi perlu didasarkan pada kemampuan, keahlian, pengalan, serta pendidikan yang dimiliki oleh orang yang bersangkutan.
4.      Prinsip equal pay  for equal work
Pemberian balas jasa terhadap karyawan baru didasarkan atas hasil prestasi kerja yang didapat oleh pegawai yang bersangkutan.
5.      Prinsip kesatuan arah
Prinsip ini diterapkan dalam perusahaan terhadap setiap karyawan pegawai yang bekerja agar dapat melaksanakan tugas-tugas, dibutuhkan kesatuan arah, kesatuan pelaksaan tugas, sejalan dengan program dan rencana yang digariskan.
6.      Prinsip kesatuan tujuan
Prinsip ini erat hubungannya dengan kesatuan arah, artinya arah yang dilaksanakan karyawan pegawai harus difokuskan pada tujuan yang dicapai.
7.      Prinsip kesatuan komando
Karyawan yang bekerja selalu dipengaruhi adanya komando yang diberikan sehingga setiap karyawan pegawai hanya mempunyai satu orang atasan.
8.      Prinsip efisiensi dan produktifitas kerja
Prinsip ini merupakan kunci kearah tujuan perusahaan karena efisiensi dan produktifitas kerja harus dicapai dalam rangka mencapai tujuan perusahaan.

Tujuan penempatan pegawai ini adalah untuk menempatkan orang yang tepat dan jabatan yang sesuai dengan minat dan kemampuannya, sehingga sumber daya manusia yang ada menjadi produktif. Hal ini sesuai dengan pendapat Memoria (1986), penempatan pegawai mengandung arti pemberian tugas tertentu kepada pekerja agar ia mempunyai kedudukan yang paling baik dan paling sesuai dengan didasarkan pada rekruitmen, kualifikasi pegawai dan kebutuhan pribadi.          Penempatan yang tepat merupakan cara untuk mengoptimalkan kemampuan, keterampilan menuju prestasi kerja bagi Pegawai itu sendiri. Hal ini merupakan bagian dari proses pengembangan Pegawai (employer development) dengan demikian pelaksanaanya harus memperhatikan prinsip efesiensi (kesesuaian antara keahlian yang dipersyaratkan dengan dimiliki oleh Pegawai) sebagaimana yang ditulis oleh Milkovich dan Boudreau (1994) sebagai berikut : oleh karena penempatan Pegawai dari dalam dan orientasi / pelatihan Pegawai dipusatkan pada pengembangan Pegawai yang ada secara ajeg, mereka harus memelihara keseimbangan antara perhatian organisasi terhadap efesiensi (kesesuaian optimal antara skill dan tuntutan) dengan keadilan (mempersepsi bahwa kegiatan tersebut adalah adil, sah dan memberikan kesempatan merata).

VIII. KONFERENSI

Pengertian Konferensi

Konferensi merupakan media komunikasi tatap muka yang memberikan suatu kemungkinan bahwa dengan konferensi dapat dicapai suatu pemahaman bersama yang tidak mungkin dicapai melalui komunikasi secara tertulis. Konferensi merupakan diskusi dalam kelompok kecil. Kelebihan dalam metode ini adalah peserta dapat terlibat secara aktif, sedangkan kelemahannya adalah biaya yang dikeluarkan untuk setiap trainee besar.

Istilah-istilah konferensi
1.       Simposium; pertemuan yang diselenggarakan untuk mendengarkan pendapat (perasaan) para ahli mengenai suatu masalah pada bidang tertentu.
2.       Diskusi Panel; diskusi yang diselenggarakan oleh sekelompok orang yang membahas suatu topik yang menjadi perhatian umum di hadapan hadirin, pendengar (siaran radio), atau penonton (siaran TV).
3.       Seminar; pertemuan para pakar yang berusaha mendapatkan kata sepakat mengenai suatu masalah.
4.       Lokakarya; pertemuan para pakar yang membahas suatu karya.
5.       Kongres; rangkaian pertemuan para organisasi (politik, sosial, profesi) untuk mendiskusikan dan mengambil keputusan mengenai suatu masalah.
6.       Santiaji; pertemuan yang diselenggarakan untuk memberikan pengarahan (petunjuk, penjelasan) singkat menjelang pelaksanaan suatu kegiatan.

Diambil dan dikumpulkan dari berbagai sumber di Internet.
(Maaf, saya lupa mencantumkan alamat web sumbernya)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar